Percayalah sesuatu akan terjadi, Yakinlah sesuatu akan membuat hidupmu lebih bermakna apabila kamu berusaha ;)

W E L C O M E

Minggu, 29 Januari 2012

Kasih Sayang yang Menakjubkan



            Terlahir dengan keadaan sempurna, terlahir dalam keluarga yang istimewa, memiliki seorang bunda yang aku yakin tak ada duanya. Melihat kembali ribuan photo yang tertata rapi diatas lemari. Ku buka satu persatu tanpa mengingat waktu yang ada. Ya, sebuah kenyataan hidup yang mungkin sangat di idamkan semua manusia. Tanpaku sadari, aku termasuk dari mereka yang beruntung. Masih memiliki orang tua lengkap hingga aku beranjak 17 tahun. Kebahagian yang aku rasakan tidak akan aku rasakan dimana pun. Hanya ada di istana kecil milik kami. Dan engkau bunda, malaikat tak bersayapku, malaikat pelindung ragaku, sungguh ingin aku katakan bahwa cintamu sangat menakjubkan. Tak ada yang mampu untuk menandinginya. Nampak senyum mungil yang terlihat dari satu photo yang ku pandang cukup lama. Berdampingan dengan sosok wanita yang lebih terlihat dengan penuh kasih sayang. Itu aku, ya disaat aku masih sekolah di Taman Kanak-kanak. Disaat aku masih bisa bermain kesana kemari tanpa mengenal lelah, tanpa tau itu hal baik atau buruk. Disaat aku masih bisa tidur bersama bunda dalam satu kamar. Disaat aku terlelap dan bunda kecup keningku dengan penuh kemesraan. Dan disaat aku terbangun, aku masih bisa melihat bunda tersenyum manis padaku. Waktu memang mustahil untuk berhenti sejenak dan kembali berputar karena waktu porosnya dunia. Tingkahku yang terkadang membuat bunda marah sangat tidak jarang aku lakukan. Mulai dari aku dipangkauan bunda hingga aku tak disamping bunda. Kata maaf yang sering kali ingin aku ucapkan selalu tertahan, seolah sangat enggan diucapkan. Mungkin hal ini disebabkan oleh rasa gengsi yang berlebihan. Dan satu yang tak mungkin untuk aku berhenti mengagumi malaikatku ini, bunda tak pernah mengungkit apa yang terjadi dihari lalu. Dengan penuh rasa kasih, dengan luluh bunda langsung tersenyum meski awalnya mulutnya tak henti bicara dengan nada yang mungkin sampai 4 oktaf.

Dan kini usiaku beranjak ke 17 tahun. Disaat keadaan telah berubah terbalik 180 derajat. Disaat perubahan sikapku yang nampak tak biasa dihadapan bunda. Disaat aku tlah mengalami pendewasaan. Tiba-tiba aku enggan untuk bunda memperlihatkan bahwa ia sangat memanjaknku. Tapi bunda, bunda tetap seperti biasa, layak dulu kala. Aku masih menatap tajam photo yang ada. Teringat wajah bunda yang ada diseberang pulau sana. Ya, aku memilih untuk meneruskan SMA dikota orang. Aku memilih Jogjakarta untuk memudahkan ke jenjang yang lebih tinggi nantinya. Awalnya bunda sangat tidak setuju dengan keputusanku ini. Tapi aku terus membujuknya hingga ia mengizinkan. “Bunda takut nanti terjadi apa-apa dengan kamu nak.” Itu ucap bunda sebelum aku pergi meninggalkan kota Palembang.
            Dua tahun telah aku jajaki dikota Pelajar ini. Beribu kejadian yang seharusnya aku ceritakan langsung dengan bertatap muka pada bunda harus aku urungkan, karena jarak yang memisahkan kami. Kegiatan sekolah yang semakin padat, sering kali membuatku tidak membalas pesan singkat dan mengangkat telepon dari bunda. Tapi aku terlihat biasa, padahal aku yakin bunda sangat khawatir dengan keadaanku. Jam dikamarku terus berdetak. Hingga malam semakim larut. Mataku yang semakin enggan terpejam terus mengingat bunda yang sedang aku rindukan. Aku genggam handphoneku, mulai ku ketik pesan untuk bunda, aku rangkai kata demi kata agar hati bunda tersentuh membacanya. Tapi apa daya, belum sempat terkirim, aku dengan spontan menghapusnya. “Ah besok saja, ini sudah sangat malam, mungkin bunda sudah lelap.” Ucapku dalam hati.
            Pagi datang bersama kokok ayam yang bersaut-sautan. Aku bersiap sekolah seperti biasa. Sarapan yang selalu aku siapkan sendiri, menjadi terbiasa sejak aku tidak tinggal bersama bunda. Nasi goreng yang biasa bunda sajikan saat sarapan pagi, segelas susu putih, dan masakan bunda, aku sangat merindukan itu. Beranjak dari pikiran yang melayang-layang, aku bergegas ke sekolah. Tanpa bekal dari bunda yang biasa bunda beri saat aku masih berpakaian putih biru. Saat tiba disekolah gairah pun menurun sangat drastis. Wajah bunda yang berkeliling dibenak seolah semakin cepat. Aku benar-benar merindukan bunda, rasa rindu yang tak terbendung lagi. Pertemuan terakhirku dengan bunda, disaat bunda menjengukku diJogja dengan ayah sekitar 7 bulan yang lalu. Pertemuan yang lagi-lagi dibatasi oleh waktu. Pekerjaan yang tak mungkin ayah tinggalkan juga mengharuskan mereka pulang lebih awal.
             Kerinduan pada bunda yang semakin menggunung sangat mengingatkan aku, disaat aku masih bersama mereka. Bila aku pulang dari sekolah, aku selalu disambut dengan penuh kehangatan. Kemanjaan yang bunda beri tak akan aku temukan pada mereka yang dekat padaku di kota orang tersebut. Apapun yang ada pada bunda, aku pastikan tidak terdapat pada mereka selain bunda. Rasa resah yang terkadang hadir, membuat hasratku ingin pulang ke Palembang dan berkata tepat ditelinga bunda, Bunda aku rindu padamu, aku rindu kasih sayangmu yang menakjubkan dan bila waktu dapat ku genggam, aku ingin seperti dulu, disaat aku masih dalam pengawasaanmu.

Jumat, 13 Januari 2012

Aku butuh alasanmu, Ayah

         Aku seorang gadis kecil yang hidup dengan keadaan pas-pasan. Bersama kedua malaikat pelindungku, aku terpaksa tinggal menumpang dirumah saudagar kaya raya, dengan imbalan orang tuaku bekerja padanya karena kata ibu gubuk tua kami terbakar saat kejadian malam tahun baru sebelum aku terlahir. Tapi kedua orang tuaku masih mampu membiayai sekolah dengan pembayaran yang kian menjulang walau upah yang mereka terima tidak mencukupi untuk membayar pembayaran sekolahku. Namaku Ayu Ningrum. Aku sering kali disapa ayu. Aku terlahir di dunia dengan keluarga yang begitu sempurna, meski keadaan tubuhku yang tak sesempurna keluarga. Pertanyaan yang selalu berbenak dipikiranku ini yang kian lama kian menjadi-jadi, yang semakin membuatku bertanya-tanya apakah aku mampu jadi yang terbaik bagi mereka. Tapi kedua malaikatku mengatakan ibu dan ayah percaya padamu nak, kamu pasti mampu, ibu yakin kamu tidak akan mengecewakan kami. Perkataan itu membuatku seolah membawa beban yang semakin tak terpikul. Keyakinan yang perlahan muncul, kepercayaan dari mereka yang tak mungkin disia-siakan, dan aku yakin bisa walaupun aku harus duduk dikursi roda karena aku hanya memiliki sebuah kaki. Waktu yang semakin membuatku dewasa, tapi waktu belum membuat perubahan pada kakiku seperti mereka yang bisa mereka gunakan semaunya.
            Kini usiaku telah beranjak 16 tahun. Keadaan kakiku setiap pergantian tahun tetap tidak ada perubahan. Aku hanya mempunyai impian untuk membeli sebuah kaki palsu yang sangat aku idamkan. Tapi sayang kedua malaikatku belum mampu memenuhi permintaanku yang satu ini. Dan aku pun sangat mengerti keadaan ekonomi kami, tempat tinggal pun sampai saat ini masih menumpang. Walaupun sudah lebih dari umurku kami menumpang dirumah ini, saudagar kaya raya itu tak pernah ada niat untuk mengusir keluarga kami apabila ada dari salah satu orang tuaku melakukan kesalahan fatal. Beliau tak segan untuk tersenyum dan memaafkan. Tuhan, alangkah mulia bapak ini, buat hidupnya lebih bahagia dari hidupku. Tapi peristiwa yang tak terduga, saudagar kaya raya itu mengetahui keinginanku untuk membeli sebuah kaki palsu. Aku sungguh tak mengerti, dari mana sosok mulia ini mengetahui keinginanku, dan aku lebih terkejut lagi disaat beliau berniat membelikan kaki palsu itu awal bulan nanti. Dengan alasan apa beliau mempunyai niat seperti itu. Apakah beliau sekedar kasihan dengan keadaan kakiku yang malang ini atau adakah alasan lain ? Ini hanya rahasia yang mungkin nanti suatu saat semua akan nampak jelas di depan mata. Kebaikan yang selalu aku rasakan semakin membuatku berpikir alangkah bahagianya Dian memiliki sosok ayah seperti Bapak Wardana. Dian Sastra Wardana, putri tunggal dari Pak Wardana yang lebih tua 4 tahun dariku. Tapi sayang sikap yang dimilikinya tidak seelok ayahnya. Dian sering kali menampakan sikapnya yang dingin padaku. Keadaan Dian sama denganku, dia pula seorang penyandang cacat. Dan aku tahu, aku sadar diri, aku pantas dibenci, karena aku hanya anak dari seorang pembantu rumah tangga. Tidak seperti dia yang memiliki semua yang ia pinta, mungkin hal itu yang menyebabkan dia terlihat lebih arogan. Istri Pak Wardana telah meninggal dunia sekitar 16 tahun yang lalu. Disaat kecelakaan hebat yang menimpa keluarga Pak Wardana, kecelakaan itu hanya merenggut nyawa Istrinya, Pak Wardana sendiri mengalami patah tulang dibagian tangan, dan Dian menjadi sulit berbicara semenjak kecelakaan itu. Mungkin lagi, Dian lebih manja kepada ayah nya karena ia sudah ditinggal ibunya sejak 16 tahun yang lalu. Keakraban antara aku dan Pak Wardana ditentang oleh putri semata wayangnya itu. Aku pun sangat tak mengerti apa yang dipikiran Dian. Aku hanya gadis lumpuh yang tak punya harta berlimpah sepertinya, tak pantas menurutku bila ia iri padaku.
            Orang tuaku terlihat ada yang berbeda saat aku semakin akrab dengan Pak Wardana. Tapi aku masih biasa menyikapinya. Sebenarnya keakraban kami hanya sekedar saling bercerita masalah pribadi satu sama lain. Tapi satu rasa berbeda saat aku bersamanya, aku selalu nyaman. Pak Wardana selalu bercerita tentang Istri yang sangat ia cintai itu, beliau juga bercerita tentang putri tunggalnya, Dian sangat tidak senang bila beliau terlalu dekat denganku. Dengan alasan apa dia berkata seperti itu. Aku tak sedikit pun ragu untuk menanyakan hal itu. Pak Wardana bercerita panjang lebar tentang hal itu. Pak Wardana mengatakan bahwa Dian tak ingin perhatian yang diberikan oleh ayahnya diberikan pula padaku. Ia tak ingin kasih sayang yang diberikan ayahnya dibagi pula kepadaku. Apalagi disaat Pak Wardana mengajak aku pergi untuk membuat kaki palsu yang sangat aku idamkan. Kecemburuan sosial yang sangat terlihat membuatnya semakin tidak senang padaku seolah aku akan membawa ayahnya pergi dak tak kembali. Dan kesimpulanku hal itulah yang menyebabkan dia sangat membenciku. Oh tuhan, aku hanya tertawa kecil. Tapi aku mencoba memahami hal itu. Ku lihat Pak Wardana sedang duduk termenung didepan rumah sambil menatap kosong ke jalan. Aku mencoba untuk mencairkan suasana.
            “Butuh batuanku tuan Wardana?” tanyaku dengan pelan.
            “Oh tidak terimakasih gadis cantik. Kau sudah terlalu banyak membantuku.” Balas Pak Wardana seolah enggan merepotkanku.
            Suasana kembali hening. Dan aku kembali diam tanpa suara apapun sambil mendekatkan kursi rodaku ke tempat duduknya. Seperti sesuatu hebat bahkan menakjubkan telah terjadi dirumah megah ini. Sebenarnya apa yang terjadi, apakah ini ada urusannya dengan kehadiranku disini ? Tiba-tiba semua pikiran terhenti oleh suara yang sejenak mengejutkanku.
            “Nak Ayu...” Ucap pak Wardana dengan pelan.
            “Ya tuan, ada apa ?” Jawabku.
            “Apakah kamu merasakan nyaman berada didekatku ?” Tanya Pak Wardana.
            Aku diam. Pertanyaan apa ini. Mengapa orang yang telah berkepala empat ini menanyakan hal itu ? Oh tuhan ada apa ini. Aku tak mungkin tak menjawab pertanyaan beliau. Aku pun mulai berbicara, menjawab seadanya dengan apa yang terasa selama ini.
            “Ya tuan, aku nyaman meski tak seakrab beberapa minggu yang lalu.” Jawabku ragu seolah takut salah kata.
            Setelah mendengar jawaban dariku, Pak Wardana meninggalkanku. Aku yang diliputi dengan tanda tanya semakin tak mengerti keadaan dunia. Ada apa ini ? apakah aku salah berkata ? apakah ada kata yang tidak berkenan dihatinya pak Wardana ? beribu pertanyaan bersarang dikepalaku. Senja semakin nampak, aku yang semakin tak mengerti dengan keadaan rumah ini masuk kerumah dan mencoba bercerita pada kedua orang tuaku. Sepanjang perjalananku dari luar rumah menuju kamar seolah menjadi perjalanan yang sangat panjang. Tertunduk tanpa menatap kedepan. Aku semakin bimbang. Saat aku dikamar, kebetulan kedua orang tuaku sedang berkumpul. Aku langsung mendekati mereka.
            “Ada apa denganmu nak ?” Tanya ibuku dengan wajah heran.
            “Ibu, Ayah, apakah aku boleh bertanya sesuatu ?” Tanyaku pelan dengan wajah penuh pertanyaan.
            “Apa nak, tanyakan pada ayah dan ibu bila ada yang janggal dihatimu.” Jawab ayahku dengan kata-kata yang aku yakin ayah tahu suatu hal.
            “Apakah ayah dan ibu menyembunyikan sesuatu padaku ?” Tanyaku lagi pada mereka.
            Tiba-tiba suasana hening. Kedua mulut mereka terdiam seakan enggan menjawab pertanyaan yang selalu menghantuiku akhir-akhir ini. Kedua mataku tak henti menatap mereka. Aku berharap mereka segera mengatakan sesuatu padaku. Ayo ibu, ayo ayah, katakan padaku apa yang kalian sembunyikan dariku. Rasa ingin tahuku semakin menggunung. Tapi sebelum pertanyaan itu dijawab oleh mereka, kehebohan terjadi didalam rumah megah itu. Tiba-tiba terdengar suara benda yang terjatuh. Ya, beberapa guci yang ada dimeja dijatuhkan oleh Dian. Aku dan kedua orang tuaku segera keluar dari kamar. Mengamuknya Dian membuat seisi rumah diam kaku. Dia menatapku dengan penuh rasa kebencian. Aku semakin tak mengerti hidup ini. Apa salahku pada Dian hingga dia sebenci itu padaku ? Seketika Dian melemparkan pecahan guci tersebut kearahku. Tapi syukur, dengan cepat aku segera menghindar. Tingkah Dian sendiri membuat tangan kanan ayahnya mendarat dipipi kanannya. Keadaan lebih hening lagi. Aku semakin tertunduk, seakan ini salahku seutuhnya. Dian menatap ayahnya sangat dalam, perlahan air mata yang sangat jarang terlihat begitu saja menetes. Aku pun semakin ingin tahu, dengan alasan apa Pak Wardana selalu membelaku. Pak Wardana mendekati kami, dia menatap kedua orang tuaku. Aku semakin heran dengan tingkah semua orang yang ada disini. Kedua orang tuaku menganggukan kepala. Ada apa ini ? Apa yang mereka setujukan dari tatapan pak Wardana ? Oh Tuhan, aku semakin sulit untuk memahami apa yang terjadi. Apa yang akan Engkau tunjukan padaku.
            “Katakanlah Tuan Wardana, mungkin ini waktu yang tepat.” Kata ayah sambil memegang pundak Pak Wardana.
            Sosok mulia sekaligus saudagar kaya raya itu tersenyum pada ayah. Kepalaku yang semakin tak kuat untuk menerima ribuan pertanyaan lainnya semakin tak karuan. Sesuatu akan segera aku ketahui. Aku dan kedua orang tuaku diminta untuk mengikuti Pak Wardana dari belakang. Dan tak disangka kami diajaknya kekamar putri tunggalnya itu. Aku berharap ini tidak akan membuat keadaan semakin parah. Aku berharap keadaan akan baik-baik saja. Awalnya putri tunggal Pak Wardana enggan membukakan pintu kamarnya. Tapi, atas bujukan Pak Wardana sendiri, Dian mau membukakan pintunya. Dan kami pun masuk meski aku masih dalam keadaan penuh tanya. Ini adalah pertama kalinya aku memasuki kamar itu. Aku melihat Dian yang duduk sambil merangkul kakinya diatas kasur. Disaat aku mulai memasuki kamar Dian, terlihat dinding kamarnya terdapat banyak tulisan tangan Dian dengan kalimat Ayu seorang pembunuh, Aku sangat membenci Ayu, Aku benci gadis lumpuh itu, Aku rindu sosok ibuku, dan masih banyak lagi. Semua tulisan itu membuat ku semakin tak mengerti maksud Dian. Pak Wardana menatapku. Aku semakin tak punya keberanian untuk memasuki kamar itu yang menurutku itu adalah neraka. Beribu pertanyaan semakin menghantuiku. Siapa orang yang aku bunuh ? Ayah, ibu, ada apa ini ?  Sekejap aku langsung menatap tajam kedua malaikatku yang berdiri tepat dibelakangku. Satu pertanyaan yang semakin menggerogoti otakku. Siapa sosok Ayu Ningrum sebenarnya ? Adakah sesuatu yang telah terjadi saat aku belum mengetahui kejamnya dunia ? Ini tak adil tuhan. Cukup engkau ambil satu kaki milikku. Tanpa harus engkau buat aku tersiksa. Aku enggan keadaan semakin menyiksaku seperti ini. Aku yakin ada alasan yang tak aku  ketahui mengapa Dian sangat membenciku. Aku mulai berbicara meski perih mulai terasa.
            “Apakah aku boleh tau siapa aku sebenarnya ? Apakah aku boleh tau, apa maksud Dian menulis semua ini ? Aku harap kalian yang sedang mendengarkanku sekarang, menjawab dengan jujur. Aku mohon tidak ada lagi dusta dirumah ini.” Pintaku pada mereka dengan wajah terlihat tak bersemangat.
            “Ayu Ningrum, dengarkan aku. Kau adalah anakku. Kau anak keduaku. Kau putriku. Dan Dian adalah saudara perempuanmu. Maafkan ayahmu ini nak, maafkan ayah yang telah bersembunyi dari kenyataan pahit ini.” Jelas Pak Wardana pada Ayu putri bungsunya.
            “Anda bercanda terlalu berlebihan tuan Wardana! Ini cukup membuatku ingin tertawa. Tidak puaskah anda dengan tersiksanya aku dalam keadaan ini ?” Balas Ayu dengan tetesan air mata dipipinya.
            “Ini fakta nak, inilah kenyataan hidup. Inilah yang kami sembunyikan darimu selama ini. Maafkan kami nak, maafkan ayah.” Ucap Pak Wardana sambil menatapku hingga air mata tak terbendung lagi.
            Keadaan sejenak hening. Tidak ada yang mampu dan tidak ada yang memberanikan diri untuk mulai angkat bicara. Tapi Pak Wardana berusaha tetap menjelaskan apa yang terjadi selama 16 tahun yang lalu. Keadaan semakin sulit untuk ku pahami.
            “Nak, dengarkan aku. Aku ayah mu. Ayah kandungmu. 16 tahun yang lalu, saat Dian berumur 4 tahun dan kau baru saja berumur beberapa bulan, disaat itu keadaan badanmu sangat panas. Kami sekeluarga panik. Dan saat perjalanan menuju rumah sakit, kecelakaan hebat yang pernah aku ceritakan padamu itu menimpa keluarga kita. Ya, akibatnya kakimu harus diamputasi. Ayah tidak sanggup harus menerima kenyataan yang begitu pahit itu.” Pak Wardana berusaha menceritakan semua.
            “Ya, ini mungkin kenyataan yang sangat membuatku tak sanggup bernafas. Pak Wardana, apakah aku boleh mengetahui alasanmu enggan mengakui sebagai anakmu ?” Tanya Ayu dengan mata yang masih berbinar-binar.
            “Nak, sekali lagi maafkan ayah. Ayah bukan bermaksud enggan mengakuimu. Tapi ayah masih belum bisa menerima pahitnya kenyataan yang ayah terima, ayah terlalu depresi dengan kejadian itu. Harus menerima perginya orang yang sangat ayah sayangi. Harus menerima keadaan kalian berdua yang cacat. Tapi Ayah pikir, rasanya cukup dengan 16 tahun, semua ini disembunyikan. Ayah tidak ingin engkau lebih marah dengan keadaan ini.” Jelas Pak Wardana lagi.
            “Ini sangat tidak bisa dipercaya. Apa alasan ibu mengatakan bahwa rumah kita terbakar saat malam tahun baru itu ? Apa ingin kalian dariku ? Apakah kalian menginginkanku tidak hidup ? Dan kau Dian, kakak perempuanku, apakah kau tau, bila aku tau, aku akan terlahir dengan keadaan ini, mungkin aku akan memohon pada tuhan agar ia tidak menciptakanku. Bila aku tau, ibuku tersayang akan pergi meninggalkan kita disaat ia mengantarkanku kerumah sakit, mungkin aku tidak akan memilih untuk sakit. Tapi aku tidak mengetahui takdir Dian. Aku hanya gadis kecil yang ingin hidup bahagia. Aku punya hak untuk hidup meski keadaanku yang tak sempurna, hargai aku!” ucapku panjang lebar dengan air mata yang semakin mengucur.
            “Maafkan kami nak, maafkan ibu yang ikut berbohong dalam keadaan ini. Maafkan ibu yang membuat kamu tersiksa dengan keadaan ini.” Kata ibunya yang hanya mampu mengucap maaf.
            “Ayu, maafkan ayah nak. Maafkan ayah yang sempat tidak menerima takdir. Ayah mengaku salah.” Lanjut Ayah kandung Ayu sambil beranjak untuk memeluk Ayu.
            “Ayah, maafkan Ayu, maafkan Ayu karena sempat emosi dengan keadaan ini. Ya, ayu mengerti bagaimana perasaan ayah saat itu. Tapi bagaimana dengan kak Dian ? Apakah dia akan menerima ayu dikeluarga ini dengan keadaan seperti ini ? Ayu sungguh letih ayah bila harus menerima caci-maki terus-menerus darinya.” Ucapnya dengan suara yang penuh kelembutan.
            “Ayah yakin, Dian akan menerima kamu nak. Dian pasti akan mengerti keadaan ini.” Kata Pak Wardana sambil memberi semangat pada Ayu.
            Perbincangan yang terjadi saat itu menjadi tontonan menakjubkan bagi kedua orang tua angkat Ayu dan Dian. Tersenyum dengan sikap Ayu yang sangat mudah untuk memaafkan karena mereka merasa telah berhasil mendidik Ayu meski hanya jadi orang tua angkatnya. Perlahan Dian menolehkan kepalanya kearahku dan ayah dengan tetesan air mata yang mulai membasahi pipi merahnya. Tiba-tiba Dian langsung berlari memeluk aku dan ayah. Suara tangisan semakin terdengar. Dian menatapku masih dengan air matanya. Dian berusaha mengucapkan sesuatu dari mulutnya. Kalimat yang diucapkannya sedikit tidak jelas karena pangkal lidahnya yang putus saat kecelakaan itu. Aku terus mencoba untuk memahami. Satu kalimat yang terdengar meski tak begitu jelas yaitu, ‘Ayu... maafkan kakak. Aku sayang kamu!” kalimat yang membuatku semakin meneteskan air mata menahan haru. Terima kasih tuhan, terima kasih bahagia yang kau beri untukku dan keluargaku meski ibu hanya bisa tersenyum di surga sana.

Minggu, 01 Januari 2012

Kenyataan Di Dunia Nyata

apa pendapat kalian tentang :
kedekatan wanita dengan pria yang terlihat tlah menjalin suatu hubungan tetapi itu hanya pandangan orang banyak . dan seketika pria itu menghilang atau bisa jadi tlah berdua dengan yang lain . [pria yang menyebalkan --"]
wanita : pria itu seolah memberi harapan padaku . seolah perasaan aku dengannya sama . dan ternyata itu hanya harapan kosong belaka [grrr -.-]
pria : aku tidak pernah memberi harapan padanya . hanya saja dia yang menganggap semuanya berlebihan . seharusnya dia juga harus sadar diri bahwasannya aku hanya menganggapnya teman (!)
wanita : tapi aku wanita , wanita yang terlalu peka terhadap perasaan . wanita yang hanya mampu berharap ini kan menjadi nyata . tapi harapanku pun perlahan musnah . [sabarsabar]
pria : aku tak mengerti apa maksud dia mengatakan bahwa aku memberi nya harapan (?) tak sedikitpun aku berikan harapan itu . wanita yang tak tau diri -.-

bila kamu ada diposisi wanita apa yang kan kamu katakan padanya (?)
bila kamu ada diposisi pria apa yang kan kamu katakan padanya (?)

dan aku :(
aku takut ini kan terjadi di hidupku yang malang
sebuah keadaan yang aku dambakan sekejap berubah menjadi keadaan yang sangat kejam
apakah ini perasaan ku yang berlebihan ?
ingin ku teriakan bahwa aku sangat letih
ingin ku ambil seberkas nyawa yang ku punya bila aku bisa melakukannya
ingin ku buang oksigen yang ada agar aku tak mampu bernafas
katakan padaku ,
katakan padaku ini hanya mimpi belaka (!)
katakan padaku perasaan kita sangat jauh berbeda (!)
aku letih bila harus seperti ini
keadaan yang sangat tak jelas
keadaan yang hanya mampu membuatku tak berdaya
keadaan yang hanya bisa membuat semua berantakan
aku yang menyayangimu yang tlah berdua -.-
salahkah ?
aku tak mampu berkata lagi
aku tak mampu bersuara
aku hanya mampu membuat keadaan hening , sepi sunyi
dan bila aku tak punya hati
mungkin ini tlah ku tinggal pergi
dan bila aku tak punya hati
ingin ku hempaskan semua yang ku miliki
kamu yang perlahan menjauh
kamu yang perlahan enggan lagi menoleh ke arah ku
dengan tingkahmu yang begitu , semakin membuatku tak tentu arah sayang :(
satu hal yang harus kau tahu
ketakutanku inilah yang perlahan membuatku ragu --"
tapi kamu ? tak ada niat untuk meyakinkanku :(

Saat Duniaku Enggan Berputar

ku telusuri malam ini dengan hati tak karuan
berharap bertemu sesuatu yang membawa kedamaian
berharap ada perubahan dengan keadaan tak disangka
sebuah harapan yang kan selalu aku dambakan
sebuah harapan yang kan membawaku pada kemenangan
kemenangan yang selalu aku impikan
bersamanya, selamanya^^,
tak ku pedulikan apa yang terjadi pada mereka
aku tetap berjalan hingga cahaya terang benderang aku temukan
hingga satu bintang impian ditangan dan ku genggam
kata menyerah tak mampu menerpa semangat
kuat ombak tak sanggup membawaku hingga terombang ambing bagai dilautan
deras hujan tak bisa membuatku basah kuyup bagai kehujanan satu hari
aku masih berdiri tegar tanpa komentar apapun
semakin jauh perjalanan, semakin gelapku dapat
gelap, sunyi tanpa ada seorang pun menemani disisi
semakin jauh aku melangkah, semakin sakit aku rasa
rasa yang bisa disamakan dengan apapun
ada apa ini ?
apa yang terjadi dengan duniaku ?
dunia nyataku yang aku dambakan ?
adakah seseorang yang telah mengubah takdirku ?
bukan sayang, bukan seseorang yang mengubah takdir, tapi ini memang telah digariskan oleh Allah SWT)
tapi apa yang terjadi dengan duniaku ?
kemana cahaya bintang yang menemaniku setiap malamku ?
kemana sinar matahari yang menyangat tubuhku ?
kemana lautan yang menghiasi duniaku selama ini ?
kemana kamu ? kenapa kau menghilang ? kamu yang aku dambakan
hilang semua dengan sekejap, tanpa tanda, tanpa sisa
aku tlah cukup letih untuk mencari
dan seketika, duniaku yang penuh harapan enggan berputar
tapi dunia milikmu ?
duniamu baik baik saja, tak ada yang berubah
karena aku bisa memastikannya
duniamu tetap berputar, duniamu tetap seperti biasa
duniamu seperti duniaku dulu
dunia yang aku rindukan saat ini
sungguh, kembalikan dunia manisku sayang :(

Bintang, Aku Bertahan Disini


Tak ada niat untuk dekat sebelumnya. Tak ada niat untuk mengaguminya. Tapi inilah dunia, yang selalu tak terduga.
            Pagi itu, aku terbangun tidak pada jam biasanya dan tanpa suara apapun. Dengan wajah yang masih terlihat mengantuk, aku bangun dari tidur dan segera menuju kamar mandi meski aku sadar bahwa itu masih terlalu pagi untuk mandi. Entah kenapa pagi itu aku seolah dirasuki oleh jin yang sangat rajin.
            “Ma… hari ini nganter ke sekolahnya lebih pagi yaa.” Pintaku pada mama yang sedang membuaat sarapan sekaligus bekal makan siangku disekolah.
            “Loh kok tumben nak ? kenapa ? gak biasanya minta gitu.” Jawab mama.
            “hehe, gakpapa kok ma, iseng doaaang.” Balasku dengan senyum yang tak biasa pula.
            Aku kembali memasuki istana tepatnya kamar yang memang faktanya tidak begitu indah, tapi kamar itu sangatlah istimewa. Duduk disofa kamar dan sesekali melirik handphone, berharap seseorang disana akan menggetarkan handphoneku dan mengucapkan “Good Morning” meski itu hal yang sangat mustahil dan aku tak mengetahui siapa orang itu :D *konyol
            “Mbak rinaaaaaaa…” teriakan itu terdengar dari kamar sebelah, dan itu suara adikku Dinda. Teriakan itulah yang terkadang membuatku jengkel, seakan aku tuli tidak mampu mendengar suaranya yang nyaring itu. Dinda Fransisca Putri, yang lebih sering disapa Dinda, siswa SMP Negeri 1 Bogor. Dinda adalah sosok yang sangat baik bila ada maunya, tapi cerewet dan pintar berkata itu yang buat aku sering nyerah angkat tangan. Sisi baiknya lagi, nyaman banget kalo itu anak diajak curhat, curhat apa aja yang penting enak buat dicurhatin. Entah masalah cowok atau temen, atau pelajaran.
            “Kenapa ? gak usah pake teriak bisa kali!” bentak ku dari kamar.
            Tiba-tiba Dinda muncul dipintu kamarku dengan wajah yang sedikit kesal.
            “Mbak… hapeku di kamu ya ?” tanya Dinda.
            “Jaaaah, Cuma mau tanya itu doang ? Udah teriak-teriak gak jelas, eh taunya cuma itu doang. Ngapain dodol aku pegang hape kamu, hape aku ada juga kok.” Jawabku sewot.
            “Siapa tau kan, kamu kan suka ambil barang orang lain tanpa ngomong dulu.” Ejek Dinda.
            “Songong banget sih, udah pergi sono, mandi atau apalah gitu.” Perintahku pada adikku yang terkadang membuat emosi bahkan bukan terkadang tapi selalu.
            “Biasa aja kali, biasa aja doooong, pagi-pagi udah ngajak ribut.” Balas Dinda
            Tapi Rina tidak menghiraukan adiknya lagi, berhubung adiknya keburu pergi. Rina langsung menggenggam handphonenya dan menekan tombol browser. Yah, ternyata jejaring Facebook sudah nampak di depan layar handphonenya karena Rina baru selesai meng-update status dengan isi “wish me luck, today”. Jam kamar sudah menunjukkan pukul 06.00 saatnya Rina keluar kamar dan menghampiri mamanya yang baru saja selesai membuat sarapan.
            “Ma… bekal untuk hari ini apa ?” tanyaku dengan pertanyaan yang tidak penting.
            “Sudahlah, yang penting nanti siang kamu makan.” Jawab mama dengan nada yang lemah lembut.
            Itulah mama, yang selalu memperhatikan pola makan seorang anaknya. Selesai sarapan, aku bergegas untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah. Jam tangan yang terlilit di tangan kiriku menunjukkan pukul 06.10. Tentu saja sekolah masih sepi, karena ini masih terlalu pagi untuk datang ke sekolah walaupun ada beberapa yang telah berada di sekolah. Dan kebetulan sekolahku mengadakan asrama bagi kelas XII karena mereka akan mengahadapi Ujian Nasional, jadi mereka sedikit di kekang seperti di bui :D Aku bersekolah di SMA Negeri 1 Bogor. Di SMA ini senioritas yang ada sangat tinggi, berhubung aku masih kelas X, jadi menurutku diam akan membuat semua menjadi aman. Tapi predikat junior akan segera lepas, karena Minggu Depan, UAS akan segera dilaksanakan. Selama 1 tahun menjadi junior, perasaan yang waswas selalu ada, karena bila kita salah langkah, maka seniorlah yang akan menghadap hal itu.
            “Rina…” panggil bela dengan wajah yang murung.
            Bella Andriani, teman sekaligus sahabat terbaik yang selali ada buat aku dan hatiku #eaaa. Bella adalah sosok yang selalu menebar senyum dihadapan teman-teman yang lain meskipun aku yakin semua orang bosan melihat senyumnya. Dia salah satu pendengar yang setia, yang selalu mendengar kata mulut dan kata hati. Tapi yang sering aku kesalkan pada bella, dia sering kali galau dengan alasan tak penting.
            “Rin… ajarin aku Matematika trigonometri yaa please.” Pinta bella.
            “Jadi cuma karena itu doang ? Terus kamu menampakkan wajah murung yang gak jelas gitu ?” tanyaku geli.
            “Iya… makanya ajarin yaah.” Jawab bella dengan muka malu.
            “Iyaiyaiya, jangan sedih lagi yaa sist :D.” Hiburku pada bella.
***
            “Assalamu’alaikum…” teriakku sepulang sekolah.
            “Wa’alaikumussalam…” jawab mama yang masih asyik menonton televisi.
            Aku bergegas ke kamar, dan sedikit melirik ke adikku yang tertidur lelap. Dan hapenya yang terlihat sedang menganggur. Aku yang punya hobi baca-baca sesuatu yang enak dibaca, mulai menggapai hape itu dan membuka messagenya. Dan sering kali aku menemukan sms dari Dhika Chandra Winata. Dhika adalah satu tingkat dibawahku. Adik kelasku diSMP dan sekarang kakak kelas dinda diSMP. Karena aku dan dinda bersekolah diSMP yang sama. Dan ketika malam, aku sangat beruntung. Keadaan tidak buruk seperti biasanya. Tidak aka nada perang-perang yang biasa terjadi setiap malam. Aku dan dinda sedang akur, dan itu sangat mengejutkan *haha
            “Cieee.. yang suka smsan sama dhika.” Guyonku pada dinda yang sedang mendengarkan lagu dikamarnya.
            “Nah loh ? mbak bukan hape aku yaa ? hobi banget sih baca-baca punya orang.” Jawab dinda dengan wajah cengar-cengir.
            “Jadian yaa sama dhika ? kapan ?” tanyaku penasaran.
            “Gak kok mbak, paling cuma kasih harapan doang. Aku juga udah lama kok deket sama kak dhika.” Jelas dinda.
            “Udah lama ? kok akunya baru tahu sekarang, jahat ih gak mau cerita sama mbak sendiri.” Balasku dengan berpura-pura ngambek.
            “Emang mbak nanya gitu sama aku ? kalo mbak nanya ya pasti diceritain, berhubung mbak gak nanya jadi…” jawab dinda sambil menjulurkan lidah seperti menjebil.
            “Kalo dia nembak terima aja din haha,” ledekku.
            “Elu tu yaa, tadi kan udah aku bilang dia itu paling Cuma kasih harapan doang. Akunya juga Cuma anggap abang sama adek kok.” Dinda mencoba menjelaskan.
            “Kok gitu sih ?” tanyaku penasaran.
            “Tau gak sih mbak, setiap cewek yang suka sama dia pasti dijadiinnya pacar. Suka gak suka, sayang gak sayang, yang penting dia punya pacar haha.” Jawab dinda dengan panjang kali lebar.
            Pembicaraan pun diakhiri karena besok mereka berdua akan menghadapi Ulangan Semester. Tanpa perintah dari orangtua mereka segera beranjak dari tempat itu dan belajar semampunya meski sebenarnya tidak mampu. *alisnaik*
***
            “Datang kesekolah sesudah shalat dzuhur itu sesuatu yah.” Kata Bella dengan wajah senang.
            “Datang siangnya iya bell gakpapa, ulangannya itu loh yang buat dagdigdug jer.” Balas Rina dengan wajah sedikit panik.
            “Santai mabro :D wish us luck, today and tomorrow.” Kata Bella member semangat.
***
            Alhamdulillah yah, ulangan semester selesai juga. Dan sekarang lagi hebohnya classmetting sama MOS siswa baru SMA Negeri 1 Bogor. Cie, yang bentar lagi punya junior. *ciela sedikit bangga*. Kelas kami, kelas X.B banyak mendapatkan hadiah karena menjadi pemenang entah itu juara 1, 2 maupun 3. Dan 1 hari sebelum pembagian raport, kami satu kelas mengadakan acara kecil-kecilan yaitu saling tukar kado. Aku mendapatkan kado dengan nomor 5. Ternyata kado itu dari Ica Rossa Lina. Salah satu temanku dikelas yang hebohnya itu kebangetan. Dan hari ini juga hari pertemuan terakhir dengan Ica Rossa Lina, karena dia akan pindah ke Cimahi dengan alasan ikut mbaknya disana. Benar-benar akan merindukan sosok Ica. Tapi aku beruntung, aku mendapatkan kado pemberian dari Ica, sebuah boneka berwarna ungu. Jadi seolah aku yang hanya mendapat hadiah spesial J
            Keesokan harinya
            “Ma… peringkat berapapun Rina, jangan marah yaah.” Kataku pada mama.
            “Iya nak, yang penting kamu udah punya usaha.” Kata mama dengan nada lembut.
            Mama orang yang paling mengerti keadaan anaknya. Orang yang paling memahami anaknya. Love you :*. Setelah raport ditangan, mama tak sungkan menebarkan senyumnya. Aku tak tahu yang terjadi, tapi aku yakin sesuatu telah terjadi. Adaapa dengan raportku ?
            “ Peringkat berapa ma ?” tanyaku dengan wajah penasaran sekaligus panik.
            “Bagus kok nak nilainya.” Jawab mama sambil memberikan raportnya kepadaku.
            “Alhamdulillah, peringkat 5, meski hanya masuk 10 besar.” Ucapku gembira.
            Menakjubkan! Hal yang sangat tak terduga. Tak ada firasat sedikitpun. Raport bulanan yang didapat setiap bulan tak pernah mendukung. Raport UTS yang dihasilkan sedikit mengecewakan. Tapi rasa aneh yang mendalam, apa ini kebetulan. Tidak! Aku yakin didunia ini tidak ada yang kebetulan J walaupun hanya mendapat peringkat 5, setidaknya aku sudah membanggakan orangtua, karena SMA tempatku bersekolah berpredikat Unggulan. Dan yak libur sekolah pun tiba, tanpa pikir panjang, papa mengajak kami sekeluarga untuk liburan ke Jogjakarta sekalian jenguk mbah disana. Dan sejarah buat aku, berhubung aku ulang tahun, disetiap kali libur sekolah, jadi ulangtahunku selalu saja saat aku berada diJogja. Yeheee, tanggal 06 Juli 2011, Amrina Citra Widyaningsih beranjak ke umur 16 tahun, be better than before for me :D sms dari pukul 00.00 hingga malamnya tak henti teman-teman mengucapkan ‘happy Birthday’ sekaligus minta oleh-oleh dari Jogja, begitu pula diJejaring Sosial lainnya. Thankyou hanya itu yang bisa diucapkan. Liburan di Jogja usai, segera kembali ke asal, kelas XI dengan jurusan IPA menanti.
            Dan awal ajaran baru pun dimulai. Jadi senior punya junior, tapi beban pasti semakin banyak. Suatu malam aku melakukan hal yang biasa aku lakukan bila tidak mempunyai pekerjaan yaitu sebuah laptop yang terkoneksi ke internet. Jejaring Sosial Facebook yang tak bosan dibuka. Dan diberanda Facebook, kau melihat status Dhika, yang sekarang menjadi junior disekolahku, karena dia bersekolah ditempat yang sama denganku. Status tersebut tentang organisasi yang diikutinya disekolah. Ternyata, aku dan Dhika satu organisasi. Aku tak sungkan untuk mengomentari status itu, karena itu hal yang biasa. Hingga akhirnya komentar telah mencapai kurang lebih 100, dan jam kamar telah menunjukkan pukul 23.35. Aku pun pamit untuk tidur. Dan keesokkan harinya adalah hari pertama puasa jadi sekolah diliburkan. Akupun terbiasa membuat status dipagi hari, orang yang pertama kali menyukai nya adalah Dhika Chandra Winata. Oke, ini masih hal biasa. Tapi entah kenapa tanganku bergerak untuk membuka profil Dhika dan menulis sesuatu didindingnya. Sampai akhirnya 4 hari berturut-turut aku dan Dhika wall to wall diFacebook. Di dunia maya pun dia tak sungkan memanggil aku dengan sebuatan ‘sayang’. Itulah yang mengakibatkan semua orang didunia maya berpikir aku pacaran dengan junior. Sebenarnya, itu tidak sungkan atau tidak ada malu ? entahlah :D ku akui Dhika memang ganteng dan faktanya dia juga Playboy. Disaat sekolah masuk kembali, hari itu bertepatan dengan ulang tahunnya Dhika, dan aku orang pertama yang mengucapkan diFacebook. Entah apa yang ku pikirkan saat itu.
***
            “Bell, temenin ke WC nyok.” Pintaku pada Bella.
            “Nyook, sekalian keliling-keliling :D.” kata Bella sambil cengar-cengir.
            “Eh itu anak namanya siapa ?” tanyaku mendadak.
            “Itukan Rahel Sianturi, ituloh salah satu siswa smansa yang suka Menuhin TL aku.” Jawab bella sinis.
            “Itu anak melolotin aku.” Kata Rina nada tinggi.
            Waw, seorang junior melolotin seniornya, itu perlu dikasih sandal ke kepalannya. Hal yang terjadi tak ragu aku ceritakan pada Dhika. Karena Rahel adalah teman satu kelas Dhika. Dan malam harinya aku meminta nomor Dhika pada Dinda.
            “Cieee… mbak Rina buat apa minta nomor bang Dhika ?” tanya dinda dengan nada yah mengejek mungkin.
            “Udah ah, anak kecil gak perlu tau.” Jawabku sinis.
            “Cieee yang suka kirim wall too wall sama bang Dhika.” Ledek dinda lagi.
            “Idih, itu mah biasa aja.” Kata Rina nada datar.
            “Ada yang lagi jatuh cinta nih uyeeee.” Kata dinda sambil pergi keluar kamar dan meninggalkan Rina dikamarnya.
            Aku benar-benar tak ragu untuk mengirimkan pesan padanya. Karena apa, itu hal yang biasa dan sangat biasa. Akhirnya aku pun smsan sama Dhika dan membicarakan tingkah Rahel Siaturi. Setelah aku selidiki, ternyata Rahel itu menyukai seorang Dhika. Jadi ceritanya dia itu cemburu dengan aku karena kemarin-kemarin aku bisa kirim wall too wall diFacebook yang terlihat seperti orang pacaran. Dan pesan terakhir aku kirim ke Dhika adalah Happy Birthday Dhika Chandra Winata, be better than before J
            Hal yang tak ku duga, selama bulan Ramadhan Dhika yang selalu memenuhi inbox hapeku. Entah itu saat dia membangunkan aku untuk sahur, atau sesudah sahur, atau mengucapkan selamat berbuka puasa, atau setelah shalat maghrib, atau setelah shalat tarawih hingga kantuk mulai terasa. Dan yak, akhirnya ada rasa yang tak biasa. Inilah wanita disaat ada pria yang memberi perhatian lebih, disaat itu pula wanita tak ragu untuk mengaguminya. Satu bulan Ramadhan telah berlalu. Aku semakin menyimpan rasa yang tak karuan padanya. Entah ini hanya kagum atau ada rasa ingin memilikinya.
            “Bella.” Kataku singkat.
            “Kenapa sayang ?” tanya bella.
            “Dhika.” Jawabku singkat lagi,
            “Dhika kenapa ? Dia Cuma kasih harapan doang ?” tanya bella lagi.
            “Demi apapun aku sedih kalo kayak gini.” Jawab Rani dengan air mata yang hampir menetes.
            “Udah ah cowok kayak itu gak usah terlalu diharapkan.” Jawab bella dengans senyumnya.
            Dan suatu ketika saat kamarku sedang hening, handphoneku bergetar pertanda satu pesan diterima.

            From               : Dhika Chandra Winata
            Number           : 08xxxxxxxxxx
            Mbak Amrina Citra Widyaningsih, maafin Dhika yah. Maafin Dhika kalo Dhika ada salah. Dhika sayang sama mbak, tapi Dhika belum siap kalo mau pacaran sama senior senidiri. Dhika belum bisa mbak, mungkin nanti J
            Pesan singkat itu, aku baca berulang. Yah tanpa pikir panjang, aku enggan membalas pesan itu. Aku berusaha tetap seperti biasa. Seolah tidak terjadi apa-apa. Aku bisa, aku pasti bisa, aku harus bisa! Itu tekatku. Meski Dhika telah mengatakan seperti itu hubungan aku dengannya tak putus, aku harus terima semuanya. Meskti tidak sesering dulu, aku masih berkomunikasi dengannya.
            Satu bulan kemudian.
            Aku mendengar kabar bahwa Dhika pacaran dengan teman satu kelasnya. Itu yang membuatku kecewa. Bahkan aku mengetahui hal itu bukan dari Dhika sendiri, melainkan temannya yang tinggal satu komplek denganku. Ditambah lagi aku mengetahuinya setelah mereka memasuki bulan kedua. Aku kecewa lebih dari dia yang telah mengecewakanku. Jadi apa artinya selama ini ? Hanya permainan belaka ? Ataukah aku yang terlalu berlebihan dalam hal perasaan ? Rasa kecewa mendalam sangat terasa. Aku kecewa bukan disisi dia lebih memilih wanita itu dibanding aku, aku kecewa karena Dhika menutupi hal ini dari aku. Tak ada niatnya untuk bercerita padaku. Seolah aku tak boleh sedikitpun tau akan hal ini. Apa alasannya untuk menutupi hal ini dari aku ? Sungguh rasa kecewa yang membelenggu. Rasa rindu yang terkadang muncul, hanya bisa aku katakan melalui status Facebook, yang selalu tertuju padanya. Dhika Chandra Winata, aku merindukanmu. Merindukan kamu yang dulu. Dan kata yang bisaku ucap, “Bintangku, yakin dan percayalah padaku, disini aku bertahan dengan rasaku”.